Kamis, 03 Maret 2016

Surat Terbuka Untuk Pak Dosmar Banjarnahor



     Penuhi Hak Masyarakat Adat

 Santabi jala Horas. Pertama-tama saya ucapan selamat atas putusan MK (18/1/2016) yang menetapkan bahwa Bapak Dosmar Banjarnahor bersama SP Simamora (pasangan Pilkada Humbahas) telah sah memimpin Kabupaten Humbang Hasundutan (Kab Humbahas) hingga lima tahun ke depan.Sebagai bagian dari warga masyarakat adat Tano Marbun (Negeri Marbun Belanda) (Pollung) saya mengingatkan bahwa wilayah adat di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah wilayah terluas dari keseluruhan wilayah Kab Humbahas.    

Masyarakat adat berpegang teguh pada adat istiadat, taat beragama,  memandang tanah sebagai pusaka turun-temurun sehingga ada ikatan batin yang sangat kuat antara warga masyarakat adat dengan tanah yang diwarisan leluhurnya. Konsekwensi logisnya status tanah di Humbahas secara umum adalah tanah adat dengan dua kategori yaitu tanah adat yang sifatnya perorangan dan tanah adat yang bersifat komunal atau dikuasai secara kolektif.    

Oleh sebab itu marga-marga – huta (komunitas adat) di Humbahas mengharapkan di tangan Pak Dosmar sebagai Kepala Daerah bisa melaksanakan pembangunan yang mengedepankan konsep Free Prior Informed Concent (FPIC) yaitu kesepakatan yang bebas dari tekanan sebagaimana dituangkan dalam deklarasi PBB sehubungan dengan hak masyarakat lokal atau masyarakat adat untuk dilibatkan dalam pembangunan. Seperti mengatur sumberdaya alam, pembangunan ekonomi, pengetahuan tradisional, pendidikan dan lain sebagainya. Hal ini juga sejalan dengan konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan.
       
Wilayah Adat - Hutan Adat Bukan Hutan Negara
Putusan MK No 35/ PUU-X/2012   
       
Hutan kemenyan adalah identitas kultural Tano Marbun bahkan Humbahas, seharusnya dikembangkan menjadi produk hilir, bahkan menjadi bagian dari pengembangan ekonomi sebagai brand lokal yang dicatat sebagai wilayah gerak gerilya Sisingamangaraja XII. Jadi status hutan kemenyan di Humbahas mulai dari Pollung hingga Parlilitan adalah Hutan Adat.  

Hutan adat seharusnya tidak boleh di APL kan – dikonversi jadi konsesi HTI, apalagi hanya untuk keuntungannya sekumpulan pengusaha seperti yang terjadi pada masa sebelum periode kepemimpinan Anda. Padahal kandungan air bersih dari hutan tersebut dan menjadi kebutuhan sehari-hari warga adat perlahan, tahun demi tahun, debitnya berkurang drastis seperti yang terjadi di binanga, tambok dan pancuran-pancuran air di Pollung karena eco system di hulunya rusak. 

Saat ini  seluruh dunia  memberi perhatian khusus terhadap kelestarian hutan rain tropic forest (hutan tropis basah) karena dianggap bisa menyerap zink (polutan) serta memproduksi oksigen (COP Paris 21).  Pelestarian hutan menjadi sangat penting bagi keberlangsungan mahluk hidup termasuk manusia hal ini berhubungan dengan perubahan iklim secara ekstrim yang melanda bumi dan manusia.  

Keberadaan Hutan Adat di Indonesia sebenarnya sudah dipulihkan setelah digugat oleh komunitas adat Kasepuhan Cisitu Kab Lebak, Kenegerian Kuntu Kab Kampar bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melalui uji materi UU No 41 tentang kehutanan di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Putusan MK No 35/ PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan lagi negara. Namun hingga kini implementasi dari putusan MK tersebut  boleh dikatakan nihil sebab hanya diakui dengan syarat yaitu dikukuhkan lewat Perda atau SK Bupati.   

Jangan percaya terhadap klaim bahwa haminjon bio sudah bisa dikembangkan oleh perusahaan X di Aek Nauli sebab mereka belum bisa membuktikan bahwa gota (resin) dari myrrh - benzoin styrax bio hasil lab tersebut sama hasilnya dengan produk Non Timber Forest Products  warisan leluhur Tano Marbun, yaitu kemenyan putih susu super tak ada duanya di muka bumi. Boleh saja di mana-mana tumbuh kemenyan tetapi belum tentu sejenis, resinnya tidak sama bahkan bisa jadi tak ada gota (getah resin). 

Kemenyan tumbuhan secara endemik asli khas Tano Marbun, hanya bisa tumbuh dengan kondisi sebagaimana rain tropic forest (hutan tropis basah) yang hening. Ketika kita berada di tombak haminjon  ada aturannya seperti berjalan harus di sebelah kiri, tak boleh ribut, jika dilanggar cakap kotor, mencuri ada sanksi adat.  Perlu perhatian khusus untuk menjaga kelestarian eco system tombak haminjon (hutan  kemenyan), hewan-hewan, beruang madu, siamang->homang, rusa, rusa, rotan kayu asli sampinur dan banyak lagi lainnya merupakan  bagian dari eco system hutan kemenyan.                    

Berbicara mengenai wilayah adat dan potensi wisata terkait Otorita Danau Toba,  Bakkara  memiliki posisi yang sangat penting sekaligus sebagai ikon penting bagi Kab Humbahas. Disamping indah Bakkara melekat dengan sejarah Dinasty Sisingamangaraja berhadapan langsung dengan bibir pantai Danau Toba hingga ke Tipang berbatasan dengan wilayah Samosir. 

Bakkara memang perlu mendapat perhatian khusus sebagai destinasi wisata. Membekali warga Bakkara dengan pemahaman dan sosialisasi tentang kearifan lokal, wisata serta sejarah Bakkara. Misalnya soal Aek Sipangolu. Setelah jembatan ke arah Muara dibangun oleh Pemkab warga, kemudian warga berbagai wilayah setiap musim libur datang berbondong-bondong untuk menikmati kesejukan Aek Sipangolu. 

Cilakanya mereka semua membawa shampo sachet dan kemudian setelah dipakai dibuang begitu saja disekitar tempat ziarah tersebut. Padahal para peziarah sebelum pembangunan jembatan selalu hormat dan menjaga kebersihan sekeliling objek wisata bersejarah tersebut. Peziarah biasanya berdoa, mandi menggunakan anggir (jeruk pangir) serta mengenakan kain sarung bagi kaum perempuan dan laki. Kebiasaan (tradisi) ini persis seperti di Bali, jika masuk wilayah Pura (tempat sembahyang) wajib hukumnya memakai kain sarung dan tenun ikat pinggang (bagi kaum lelaki).     

Jadi perlu membuat membuat peraturan siapa saja yang ingin bersih-bersih (manguras) di Aek Sipangolu harus menggunakan anggir hingga tidak dipenuhi oleh sampah sachet sampho. Air yang mengalir ke Danau Toba pun tidak tercemar limbah shampo.

Lalu robean (jalan menuju Tano Marbun-lewat Parsingguran pembangunannya harus segera direalisasikan agar nantinya wisatawan yang dari Samosir via Tele bisa langsung ke Bakkara melalui Pulo-pulo-Parsingguran melihat huta (kampung-kampung tua) sepanjang perjalanan sebagai basis (garis belakang) perjuangan Sisingamangaraja XII. Tidak perlu lagi lewat Kota Dolok Sanggul karena ke depan bisa diprediksi Kota Dolok Sanggul akan macet sebagaimana umumnya kota kabupaten di manapun. Kecuali jika si pengunjung memang ingin mencicipi daging kuda, dali ni horbo, beli kemenyan, kopi khas Humbahas dan lain sebagainya.

Janji Matogu ( Janji Yang Teguh)

Kembali ke masalah wilayah adat. Ketika Anda bersama pasangan Pilkada serentak Des 2015 lalu menyampaikan visi-misi bersama kandidat balon bupati lainnya dalam acara debat di halaman SD lama Pandumaan (9/11/ 2015 jam 9:00 - 13:00) dihadapan warga Pandumaan-Sipituhuta Anda mengatakan (Dosmar-Saut) menekankan bahwa persolan komunitas adat Pandumaan-Sipituhuta bukan pada peraturan, sebab peraturan sudah ada. Bukti sejarah sudah lengkap. “Ini tinggal serius tidaknya pemerintah untuk menyelesaikannya. Sekarang bukan saatnya beretorika, kita butuh kerja nyata. Jika terpilih nanti saya siap di depan untuk melepaskan konsesi TPL. Sampai tumpah darahpun saya siap perjuangkan,” tegas Anda sebagai Paslon No 2 waktu itu.

Saat ini status Pak Dosmar tentu berbeda, khususnya setelah Anda resmi ditahbiskan menjadi orang No 1 Kabupaten Humbahas sejak (16/2/2016) lalu. Anda tentunya punya hutang politik baik terhadap partai-partai pendukung Anda maupun kepada konstituen (pemilih) Anda. Secara umum ini terjadi hampir di seluruh negeri, bisa dibayangkan bagaimana beratnya tekanan terhadap Anda bersama wakil, ketika berhadapan dengan parpol pendukung pilkada serentak tersebut dan menjalankan amanah rakyat ke depan. Bisa berbanding terbalik dengan janji-janji Anda di masa kampanye lalu.

Untuk tetap bisa konsisten terhadap janji Anda ada dua cara yaitu lewat Perda dan Sk, namun mengeluarkan Perda perlindungan terhadap masyarakat adat bukanlah urusan Anda melainkan urusan legislasi daerah, tetapi untuk mengeluarkan SK Bup tentang perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat, keputusannya berada di tangan Anda. Hal ini ditempuh oleh beberapa kepala daerah seperti yang dilakukan oleh Kab Halmahera Utara dan Kabupaten Lebak.     

Berbahagialah Pak Dosmar Banjarnahor bisa menjadi Kepala Daerah Humbahas, beruntung sebab punya kesempatan menjadi orang pertama yang membuat kebijakan terhadap masyarakat adat serta melibatkannya dalam pembangunan berkelanjutan di Humbahas lewat SK Bupati, sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang, bahwa pembangunan bukan untuk kepentingan sendiri atau sekelompok orang.     

Warga adat di Humbahas menanti dan menaruh harapan besar terhadap kebijakan Anda.

Joing

Angka Dolok Natimbo/ Humaliang ni Tao Toba

Tarpaima do ro/ Mulak sian Balige Tu Bakkara 

Tano namartua/ Tao na uli
      
 Aek Sipangolu/ Tombak Sulu-sulu 

 Sampuran Janji ni Raja i/ Marhirehihon ombun,  

       Mardindinghon dolok/ Tarsingot Uju i 
       Mangkuling Ogung sarune i...Hata Sopisik i... // **** 
       Jeffar  Lumban Gaol

Pengikut