Penyatuan Tekad Masyarakat Adat Huta Matio Mempertahankan Titipan Leluhur Ompu Puntumpanan
Siagian
Turut Hadir Sekjen AMAN Abdon Nababan didampingi Ketua PW AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak |
Huta Matio 27/8/2016 – Ritus
(Ulon Parsahatan) dihadiri oleh seluruh Warga Masyarakat Adat Matio bersama tujuh
huta (kampung) tetangga Huta Ombur,
Tanggabosi, Pagaran, Tukko Nisolu, Simenahenak, Tor Nagodang, Natumikka. Acara
ini juga dihadiri oleh Seketaris Jenderal AMAN Abdon Nababan, Pengurus AMAN
Wilayah Tano Batak, Hutan Rakyat Institut (HaRI), Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi), penghayat kepercayaan Golongan Raja Batak.
Raja Huta Matio Parsaoran
Siagian menyebutkan bahwa tujuan dilaksanakannya ritual adat ulaon parsahataan oleh Masyarakat Adat
Huta Matio khususnya keturunan Ompu Puntumpanan Siagian untuk menyatukan tekad memperjuangankan
dan mempertahankan wilayah adat Huta Matio yang dititipkan oleh leluhur dari
klaim sepihak penunjukan kawasan hutan negara dan konsesi Hutan Tanaman
Industri PT Toba Pulp Lestari.
“Tanah/hutan adat yang
dititipkan oleh leluhur kami sudah porak poranda setelah PT TPL hadir di
wilayah adat kami. Hutan kemenyan yang dititipkan leluhur sudah habis ditebang
dan digantikan dengan tanaman eucalyptus. Demikian juga dengan sumber mata air
yang sudah terkontaminasi dengan pupuk dan pestisida kimia yang digunakan oleh
PT TPL untuk keperluan tanamannya. Bahkan kami saat ini kesulitan mendapatkan
air bersih untuk air minum. Begitu juga dengan air untuk mengairi sawah kami,”
lanjut Parsaoran.
Dalam rangkaian ritual adat
tersebut oleh hombar huta (tetangga
kampung) masing-masing huta menegaskan
bahwa Masyarakat Adat huta Matio
adalah pemilik sah wilayah adat titipan leluhurnya.
Dirman Rajagukguk sebagai Raja Huta Tukko
Nisolu menyatakan bahwa leluhur mereka telah menitipkan sejarah bahwa Huta Tukko Nisolu berbatasan langsung
dengan Huta Matio. Dibuktikan dengan
batas alam dan tuho (patok). Oleh
sebab itu tidak pernah terjadi perselisihan batas dengan Huta Matio.
Acara dilanjutkan mendengar
pernyataan dukungan antara lain Sekjen AMAN. Sebelum Sekjen memulai penyampaian
pernyataan, perwakilan komunitas menyerahkan peta wilayah adat Matio yaitu peta
yang dihasilkan melalui pemetaan partisipatif. Luas wilayah adat Huta Matio tercatat 1.493 hektar.
Abdon
Nababan dalam kesempatan ini menyampaikan bahwa Masyarakat Adat huta Matio sudah lebih dulu ada jauh
sebelum NKRI terbentuk. “Saya tadi sudah menyaksikan dan mendengar sejarah Huta Matio dan kedatangan Raja Ompu
Puntumpanan Siagian kemudian dilanjutkan pernyataan sikap tujuh huta yang membenarkan sejarah Huta Matio dan selama ini tidak ada persoalan batas
huta. Saya sangat bersyukur bisa
hadir di Huta Matio dan senang ketika
diajak ke makam leluhur Ompu Puntumpanan Siagian.
Bagi saya itu menandakan
bahwa Matio bahagian dari Masyarakat Adat karena tidak dapat lepas dari
leluhur” yang perlu kita pahami bersama bahwa wilayah adat Huta Matio marupakan titipan leluhur kepada keturunannya, jadi
bukan warisan. Karena kalau kita sebut warisan bisa saja diperjual belikan.
Sedangkan istilah titipan leluhur menegaskan bahwa pemilik wilayah adat Huta Matio adalah Ompu Puntumpanan
Siagian dan akan dteruskan sampai kegenerasi selanjutnya,” tambah pria
kelahiran Huta Paniaran
Siborongborong ini.
Di
penghujung acara dilanjutkan dengan maminta
gondang (meminta gondang ditabuh) simonangmonang
kepada pargonsi (pemain gondang)
dimana dengan ditabuhnya gondang
simonangmonang sebagai permohonan kepada Tuhan agar perjuangan
mempertahankan titipan leluhur dimenangkan oleh Masyarakat Adat Huta Matio. Setelah gondang dimainkan
diikuti dengan manortor.
Perlu diketahui bahwa ulaon parsahataan bagi Masyarakat Batak merupakan ritual adat yang sakral. Ritual adat seperti ini tidak terjadi lagi setelah lima puluh tahun terakhir. Adapun tema ulaon Parsahataon tersebut diambil dari pepatah leluhur Batak yaitu Talu maralohon dongan, Monang maralohon musu (kalah berhadapan dengan kawan, menang melawan musuh).*** Infokom AMAN Tano Batak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar